Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas konsep atom secara menyeluruh dan komprehensif. Kita akan menelusuri bagaimana ide tentang atom pertama kali muncul, bagaimana teori-teori atom berkembang seiring dengan penemuan berbagai fakta ilmiah, hingga sampai ke penjelasan modern tentang model atom saat ini. Meski pembahasannya mungkin panjang, mari kita nikmati prosesnya satu per satu agar kamu dapat benar-benar memahami seperti apa atom itu dan bagaimana para ilmuwan berhasil menyusun teori yang kita gunakan sekarang.
Bayangkan kamu mengambil sebatang besi yang lumayan besar, lalu kamu terus membelahnya menjadi dua bagian yang sama. Setelah itu, setiap bagian yang sudah kamu potong tadi, kamu belah lagi menjadi dua. Kamu ulangi proses pemotongan ini hingga berkali-kali sampai akhirnya kamu mencapai bagian besi yang paling kecil, sehingga sulit atau mungkin tidak bisa lagi dibelah. Nah, dari proses ini, kita akan mendapatkan gambaran tentang “partikel dasar” yang sebenarnya ada di balik materi tersebut. Awalnya, kita hanya melihat sebuah besi sebagai satu kesatuan utuh, tapi kalau kita terus memecahnya menjadi bagian yang lebih kecil, kita akan sampai pada ukuran yang sangat mikroskopis.
Sekarang kita analogikan lagi dengan butiran pasir di pantai. Dari kejauhan, pasir itu terlihat seperti lembaran kain luas, mungkin seperti sehamparan permadani. Namun, saat kamu mendekatinya, mengambil segenggam di tangan, dan mengamatinya lebih teliti, ternyata isinya hanya butiran pasir yang kecil, kasar, dan terpisah satu sama lain. Perumpamaan ini membantu kita memahami bahwa materi yang tampak padat dan menyatu dari kejauhan, sebenarnya disusun oleh partikel-partikel sangat kecil jika kita melihatnya lebih dekat.
Pada dasarnya, segala sesuatu yang ada di alam semesta ini—baik itu logam, kayu, air, maupun udara—tersusun atas partikel-partikel kecil. Para ilmuwan menyebut partikel paling dasar yang menyusun setiap zat ini dengan istilah “atom.” Kata “atom” sendiri berasal dari bahasa Yunani “atomos” yang artinya “tidak dapat dibagi” atau “indivisible.” Pemikiran inilah yang menjadi akar dasar konsep bahwa semua materi terdiri dari satuan-satuan terkecil yang tak dapat kita belah terus-menerus.
Sekitar abad ke-5 sebelum masehi, ada dua filsuf Yunani bernama Domiqq Ritus dan Leukositosis (kadang nama-nama ini dieja secara berbeda tergantung referensi) yang pertama kali mempertanyakan: “Apa yang terjadi bila kita terus-menerus memotong suatu benda menjadi bagian-bagian yang semakin kecil?” Mereka mengilustrasikan hal ini dengan, misalnya, sepotong kayu. Jika kamu belah kayu itu berulang-ulang, apakah proses ini bisa berlangsung tanpa batas, ataukah akhirnya kita akan menemukan ‘batas’ dimana potongan itu tidak bisa dibelah lagi? Kedua filsuf ini berhipotesis bahwa pada titik tertentu kita akan memperoleh bagian yang tidak dapat dibagi lagi. Nah, bagian terkecil inilah yang mereka sebut sebagai “atom.” Itulah awal kemunculan ide tentang keberadaan partikel elementer yang membentuk segalanya.
Namun, pemikiran Domiqq Ritus dan Leukositosis berbeda dari pemikiran filsuf Yunani terkenal lainnya, yakni Aristoteles. Menurut Aristoteles, semua materi yang ada di alam semesta tersusun atas empat unsur utama, yaitu api, air, tanah, dan udara. Di samping itu, ia meyakini bahwa materi itu bisa dibelah terus-menerus hingga tak terbatas. Sayangnya, baik Domiqq Ritus, Leukositosis, maupun Aristoteles belum melakukan pembuktian eksperimen secara kuantitatif. Mereka hanya mengemukakan gagasan melalui logika dan filosofi saja. Meski begitu, konsep “atom” ini terus bertahan dalam pikiran banyak orang sampai ribuan tahun berikutnya, hingga penjelasan ilmiah dan eksperimen modern mulai berkembang.
Pada awal perkembangan kimia modern, seorang ilmuwan asal Inggris bernama John Dalton (sekitar tahun 1803-1821) adalah sosok yang dikenal sebagai pencetus “Teori Atom Modern” pertama. Jika para filsuf Yunani sebelumnya hanya berandai-andai, Dalton mengaitkan ide atom dengan kejadian-kejadian kimiawi (seperti reaksi kimia) yang bisa diukur secara kuantitatif. Ia membayangkan atom sebagai bola pejal yang sangat kecil dan tidak bisa dibelah lagi. Dalam teorinya, Dalton mengajukan empat postulat penting:
Materi tersusun atas partikel-partikel sangat padat dan kecil yang tidak dapat dibagi lagi. Partikel itu disebut “atom.”
Atom-atom dari satu unsur bersifat identik dalam segala hal, tetapi berbeda dengan atom-atom dari unsur lain. Artinya, atom karbon beda dari atom hidrogen, begitu pula atom oksigen beda dari atom besi.
Dalam reaksi kimia terjadi penggabungan atau pemisahan dan penataan ulang atom-atom dari satu komposisi ke komposisi lain. Sebagai contoh, kamu bisa memisahkan atom-atom hidrogen dan oksigen dari air, lalu menggabungkannya lagi menjadi zat lain. Meski atomnya sama, susunan dan kombinasinya bisa berbeda, sehingga terbentuk zat baru.
Atom dapat bergabung dengan atom lain membentuk suatu molekul dengan perbandingan sederhana. Artinya, jumlah atom tertentu bisa menyusun suatu senyawa dengan rasio yang tetap.
Meski teori atom Dalton ini dianggap sebagai langkah awal yang sangat penting, ia belum menjelaskan beberapa hal, seperti: sifat listrik materi (misalnya, mengapa beberapa materi bisa menghantarkan arus listrik?), bagaimana atom-atom saling berikatan dalam reaksi kimia, dan apa yang sebenarnya membedakan atom satu dengan lainnya secara lebih mendalam. Maka, teori ini menjadi titik awal untuk penelitian selanjutnya, tetapi jelas masih banyak pertanyaan yang belum terjawab.
Berlanjut ke tahun 1897, seorang ilmuwan bernama Joseph John Thomson melakukan penelitian menggunakan tabung sinar katode, dan akhirnya menemukan “elektron,” yaitu partikel bermuatan negatif. Dari penemuan elektron, Thomson menyimpulkan bahwa atom ternyata tidak lagi bisa dianggap sebagai bola pejal sepenuhnya, melainkan memiliki bagian-bagian bermuatan. Berdasarkan temuannya, Thomson memodifikasi teori atom Dalton dan mengatakan bahwa di dalam atom itu ada elektron bermuatan negatif yang tersebar merata di seluruh atom, sementara “bolanya” sendiri bermuatan positif. Model ini sering disebut model “plum pudding,” karena dibayangkan seperti roti kismis di mana kismis diibaratkan elektron negatif, dan roti diibaratkan muatan positif.
Teori atom Thomson memang lebih maju dibanding Dalton karena sudah melibatkan muatan listrik. Namun, model ini belum bisa menjelaskan keberadaan “inti atom” (nukleus) yang akhirnya ditemukan melalui eksperimen selanjutnya. Sehingga, Thomson belum bisa memperlihatkan secara detail bagaimana susunan elektron dan muatan positif di dalam atom sesungguhnya.
Selanjutnya, muncul seorang ilmuwan bernama Ernest Rutherford yang melakukan eksperimen sekitar tahun 1986. Ia bekerja bersama dua asistennya, Hans Geiger dan Ernest Marsden, dengan menembakkan partikel alfa (yang berasal dari unsur radioaktif) ke lempeng emas yang sangat tipis. Hasilnya mengejutkan: sebagian besar partikel alfa ternyata bisa menembus lempeng emas seolah-olah “melewati ruang kosong,” sedangkan sebagian kecil partikel alfa dibelokkan, bahkan ada yang memantul balik.Dari percobaan ini, Rutherford menyimpulkan bahwa atom memiliki ruang kosong yang sangat besar, sementara muatan positif dan massa inti atom terkonsentrasi di pusat, membentuk inti atom (nukleus). Elektron-elektron bermuatan negatif mengelilingi inti itu. Model atom Rutherford pun kita bayangkan seperti tata surya mini, dengan inti sebagai “matahari” dan elektron sebagai “planet” yang mengorbit.
Tetapi, ada beberapa pertanyaan yang belum terjawab oleh model Rutherford, misalnya: mengapa elektron yang terus bergerak mengitari inti tidak kehilangan energi dan kemudian jatuh ke inti? Bagaimana detail lintasan elektron itu? Apa penjelasan ilmiah untuk spektrum garis pada atom hidrogen (warna-warna tertentu yang muncul ketika atom hidrogen berenergi)? Semua ini belum bisa dijelaskan oleh Rutherford saat itu.
Dua tahun setelahnya, sekitar tahun 1913, seorang ilmuwan Denmark bernama Niels Henrik David Bohr datang dengan gagasan untuk menyempurnakan model atom Rutherford. Ia menerapkan teori kuantum Planck yang menjelaskan bahwa energi datang dalam paket-paket kecil (disebut kuanta). Menurut Bohr, elektron hanya bisa berada di lintasan-lintasan tertentu yang dikenal sebagai “kulit” atau “orbit.” Jika elektron berada di lintasan tersebut, maka energinya akan stabil dan tidak akan memancarkan atau menyerap energi. Namun, ketika elektron pindah lintasan (misalnya, dari kulit satu ke kulit yang lebih tinggi), barulah terjadi penyerapan atau pelepasan energi dalam jumlah tertentu.Bohr menyebut beberapa postulat dalam teorinya:
Elektron bergerak mengelilingi inti atom pada lintasan atau kulit tertentu.
Selama elektron berada pada lintasan stasioner tertentu, energinya tetap, tidak ada emisi atau penyerapan energi.
Elektron dapat berpindah dari satu lintasan ke lintasan lain, di mana perpindahan ini disertai penyerapan atau pelepasan energi.
Lintasan stasioner elektron memiliki momentum sudut tertentu yang terkuantisasi, sesuai konsep kuantum.
Meski teori Bohr berhasil menjelaskan spektrum garis atom hidrogen, teori ini masih punya kelemahan. Ia menggambarkan kedudukan elektron secara pasti dan orbitnya berbentuk lingkaran atau elips. Padahal, pengamatan lebih lanjut menunjukkan bahwa tidak semua atom sesederhana hidrogen, dan teori Bohr juga belum bisa menjelaskan intensitas spektrum untuk unsur-unsur yang lebih rumit.
Masih melanjutkan pemahaman kita, seorang ilmuwan bernama Louis de Broglie menyatakan bahwa elektron dapat bersifat ganda (dual): sebagai partikel dan juga sebagai gelombang. Ini berarti elektron bukan sekadar “benda kecil,” tetapi juga memiliki sifat seperti gelombang cahaya, sehingga kita mulai perlu pendekatan fisika kuantum untuk menjelaskannya.
Kemudian, Erwin Schrodinger menemukan persamaan matematika yang menggambarkan perilaku elektron dalam atom. Persamaan ini (sering disebut persamaan gelombang Schrodinger) menjelaskan bagaimana elektron bergerak secara probabilistik, bukan sekadar melingkar di orbit tertentu. Jadi, kita bisa menghitung di mana kemungkinan kita akan menemukan elektron pada posisi tertentu dalam atom.
Tak lama setelah itu, Werner Heisenberg menyatakan sebuah prinsip yang disebut “Asas Ketidakpastian” (Uncertainty Principle). Prinsip ini menjelaskan bahwa kita tidak pernah bisa mengetahui dengan pasti posisi dan kecepatan elektron secara bersamaan. Kita hanya bisa menentukan “daerah” di mana peluang terbesar untuk menemukan elektron adalah paling tinggi. Daerah inilah yang disebut “orbital.” Jadi, orbital itu bukan lintasan seperti planet berputar mengelilingi Matahari, melainkan semacam “awan probabilitas” tempat elektron mungkin berada.Secara sederhana, model mekanika kuantum menggambarkan atom memiliki inti bermuatan positif dan dikelilingi oleh elektron-elektron bermuatan negatif yang berada di orbital-orbital. Kamu dapat membayangkan orbital-orbital ini seperti “area keberadaan” elektron, bukan jalur pasti melingkar. Beberapa orbital yang mirip akan membentuk kelompok sub kulit, dan beberapa sub kulit ini nantinya membentuk kulit. Satu orbital bisa menampung maksimal dua elektron. Dengan begitu, kita sampai pada gambaran atom yang lebih kompleks, namun lebih akurat secara ilmiah dibanding model-model awal.
Perjalanan teori atom dimulai dari pemikiran filsuf Yunani seperti Domiqq Ritus dan Leukositosis, lalu berkembang melalui pemikiran Aristoteles tentang empat unsur, hingga akhirnya seorang ilmuwan modern bernama Dalton menyusunnya menjadi teori atom pertama yang lebih ilmiah. Setelah itu, penemuan elektron oleh Thomson membawa kita pada model “plum pudding,” yang kemudian disempurnakan oleh Rutherford dengan model inti atomnya. Namun, perbaikan selanjutnya dari Bohr membantu kita memahami lebih baik tentang energi elektron. Seiring waktu, fisika kuantum masuk dan menjelaskan bahwa elektron ternyata bukan sekadar partikel kecil yang melingkar, tetapi juga seperti gelombang dengan probabilitas tertentu untuk berada di suatu tempat. Model inilah yang hingga kini menjadi fondasi kuat dalam pemahaman kita tentang atom.Demikianlah penjelasan lengkap tentang konsep atom mulai dari gagasan para filsuf Yunani hingga teori atom mekanika kuantum. Dengan pemahaman ini, kamu bisa melihat bahwa pengetahuan manusia tentang dunia mikroskopis terus berkembang, dan setiap teori disempurnakan oleh penemuan-penemuan baru. Semoga kamu semakin tertarik mempelajari struktur terkecil dari segala materi di dunia ini.